Vira
Mentari pagi meningkatkan imunitas tubuhku untuk melawan segala virus, bakteri dan jamur yang menyerang. Sebagai seorang dokter yang baru memasuki bulan kedua bekerja pasca internship, harus memulai hari kerja dengan penuh semangat. Aku adalah seorang dokter yang bekerja disalah satu rumah sakit swasta di kota ini. Aku ditugaskan sebagai dokter jaga diruang rawat inap. maklum yang sakit disini mayoritas pasien dengan tingkat ekonomi menengah atas, jadi manajemen menyediakan dokter jaga dari kalangan dokter umum untuk menangani keluhan para pasien dan mengkonsultasikannya dengan dokter spesialis. Inilah ceritaku hari ini.
Sebagai dokter yang tahu akan bagaimana
hidup sehat, aku memulai pagi dengan ibadah sebagai seorang muslim pada
umumnya. Kemudian dilanjutkan dengan olahraga pagi keliling lapangan sepak bola
yang tak jauh dari tempat kost. Setelah olahraga pagi, dilanjutkan dengan mandi
dan bersiap menuju tempat kerja. Sebagai anak kost yang cukup malas untuk
masak, aku biasa makan bubur yang mangkal sekitar tiga ratus meter dari mulut
gang kostku. Mungkin ini merupakan polan hidup tidak sehat yang aku jalani,
yaitu makan makanan dipinggir jalan. Mau bagaimana lagi kelezatan jualan kang
bubur itu mengalahkan idealismeku sebagai seorang dokter yang harus menjadi
contoh untuk hidup sehat. Oleh karena itu, untuk yang satu ini jangan dicontoh.
Menuju ke rumah sakit dengan
menggunakan motor jenis matic adalah keseharianku. Bukan orang tua tidak mampu
untuk membelikan mobil, tapi dengan menggunakan motor aku bisa kemanapun yang aku
mau tanpa khawtir akan terlambat. Yah sebagai pengendara motor yang cukup
ugal-ugalan, dengan moto tiada kata macet untuk pengendara motor adalah hal yang
selalu aku pegang dalam hidupku. Jalanan hari ini tampak lengang, maklum
pemerintah kota mengadakan festival hari jadi kota yang melibatkan seluruh
pelajar di kota ini. Kondisi inilah yang membuatku semakin mudah menarik gas
motor sehingga mengahantarkaku ke rumah sakit lebih cepat lima belas menit dari biasanya.
Belum selesai meletakkan ransel,
seorang perawat memanggilku kalau salah satu pasien ada keluhan. Tanpa banyak
alasan, aku letakkan ransel, mengambil stetoskop dan perlengkapan lainya,
langsung menuju kamar pasien. “Pagi bapak… ada keluahan apa pak ?” sapa seorang
dokter pada umumnya sebelum melaksanakanan SOP pemerikasaan dan pemberian
tindakan. Pasienpun bertanya balik sebelum menjalaskan keluhannya,
"Maaf, ini dokternya ?".
"Benar bapak, kenapa pak ada yang kurang berkenan?"
"Maaf dok, dari kemarin saya lihat dokter jalan mondar-mandir depan kamar. Saya pikir dokter anak magang dari SMK mana gitu"
"Hahahaha, udah sering kok pak, saya dikira bukan dokter. Kemarin saja, malah dikira anak Professor Satriya."
"Oalah, Dokternya kecil sih,... kayak anak SMP malahan." pungkas pasien sambil tersenyum.
"Jadi keluhan bapak apa?", lanjutku menghentikan pembicaraan dan melanjutkan pemeriksaan.
Menjadi dokter dengan ukuran tubuh pendek menjadi tantangan tersendiri bagiku. Tidak dipercaya sebagai dokter oleh pasien, serta diragukan kemapuan keprofessionalitas kerja sebagai dokter. Kadang disangka anak professor atau dokter spesialis adalah hiburan tersendiri bagiku.
Comments
Post a Comment