Translate

BELI WAKTU PAPA

 

sumber : parenting.dream.co.id
To a child love is spelled time”, itu adalah sebuah ungkapan yang tak pernah ada dalam benakku selama ini. Saya berfikir sebagai orang yang hidup dengan profesi karyawan swasta di kota tersibuk di negara ini, sangat jauh dengan ungkapan itu. Saya harus berangkat dari rumah pagi buta agar tidak terlambat menuju kantor. Kemudian pulang dari kantor pada jam 19:00 karen pulang kerja jam 17:00 dan 19:00 tiba dirumah pada jam yang sama. Hari sabtu adalah hari untuk beristirahat dirumah, rebahan menikmati empuknya kasur dan minggu adalah waktu untuk menyenangkan diri melepas penat bekerja. Itulah rutnitas yang aku kerjakan tiap minggunya, karena aku bekerja untuk keluarga sehingga kebutuhan hiduplah yang harus aku penuhi. Hingga akhirnya hal itu terjadi.

Saya Rega seorang ayah dari dua orang anak Cahaya dan Aura. Meraka adalah hasil pernikahanku dengan seorang istri yang sangat saya cintai, yaitu Shintia. Cahaya adalah anak yang sangat aktif dan suka bermain, sedangkan Aura lebih suka dengan kesendirian karena dia lebih menyukai kegiatan seni seperti lukis, kriya dan musik. Sebagai ayah yang bertanggung jawab “menurut saya” maka saya harus bertanggub jawab atas hobi dan pendidikan mereka. Cahaya dengan segala bentuk mainan, latihan karate dan les menembak. Sedangkan Aura dengan les piaono, les lukis dan segala bentuk perlengkapan penunjang kebutuhannya.

Suatu ketika, pada hari sabtu pagi Cahaya mendatangiku yang sedang tertidur pulas dikamar.

“Ayah bangun, ayah bangun, ayah bangun”.

Sambil membuka mata dalam kantuk aku bertanya, “Iya mas Cahaya ada apa ?”.

“Mas Cahaya mau berangkat les nembak, mau ditemenin ayah”.

“Papa capek kemarin papa kerja sampai malam, jadi sama mama aja yah lesnya”.

“Hari ini sabtu papa libur kerja, ayo temenin mas”, protesnya sambil menatapku dengan penuh harap.

“Iya tapi papakan capek, jadi biarin papa istrirahat hari ini ya”.

Sontak Cahaya manangis dengan keras untuk minta ditemenin berangkat les nembak pada hari itu. Akhirnya Shintia mendatangi kamarku untuk menenangkan tangis Cahaya, dia adalah istri yang baik dan mengerti segala hal tentangku. Itulah mengapa aku memilih dia sebagai pendamping hidup.

Hari berlanjut pada bulan ketiga pasca tangis Cahaya waktu itu. Selama tiga bulan aku sibuk dengan segala urusan pekerjaan. Aku berusaha untuk melampaui target pekerjaanku yang telah ditetapkan diatas ketetapan perusahaan. Hari-hari aku pertaruhkan untuk kepuasan perusahaan atas kinerjaku. Hingga akhirnya aku tersadar akan kesalahanku selama ini.

Minggu pagi yang cerah, aku duduk santai dekat kolam renang sambil menikmati secangkir kopi. Tiba-tiba Cahaya datang menghampiriku dengan membawa sebuah celengan ditangannya,

“Ayah !”.

“Iya mas, ada apa ?”.

“Ayah, kalau kerja dapat uang ngga ?”.

“Iya dong, ayah bekerja untuk mendapatkan uang, nanti uangnya bisa buat makan, beli mainan, sekolah mas Cahaya dan masih banyak lagi”.

“Uangnya banyak ngga yah ?”.

“Yah banyak, cukuplah buat sehari-hari. Mas Cahaya kenapa Tanya seperti itu ?”.

“Ini mas punya celengan, uangnya cukup ngga buat beli waktu ayah satu hari untuk main sama mas ?”.

Aku kaget akan apa yang Cahaya uangkapkan waktu itu. Aku termenung dan memikirkan apa yang telah lakukan selama ini. Kewajiban suami dan ayah yang selama ini hanya aku pikirkan untuk sekedar pemenuhan materi adalah kesalahan total dalam hidupku. Aku tidak tahu bagaimana anak tumbuh dan berkembang, serta aku juga tidak tahu apa pencapaian terbesar yang selama ini anakku raih. Atas peristiwa itu, aku memulai sebuah perubahan dalam hidupku untuk tidak lagi memikirkan kebutuhan materi saja dalam keluarga.

Comments

Popular posts from this blog

Langkah-Langkah Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Menghitung Profit dalam Tender.

Menghitung Kapasitas Produksi Alat Berat part 1.

TATA CAMPURAN BETON (SNI 03-2834-2000)