Aggotamudabersuara : KETUA KWARTIR HARUS DARI ORANG PRAMUKA
Tulisan tersembunyi tertanggal : 8 Februari 2015
Kwartir Nasional Gerakan Pramukap
pada kepengurusan ini lagi gencar-gencarnya melaksanakan rebranding Gerakan Pramuka.
Sebuah program yang dapat dikatakan tidak jauh beda dengan revitalisasi Gerakan
Pramuka yang digagas oleh pengurus kwarnas pada periode sebelumnya. Semua
program yang diusung konon katanya akan menghasilkan banyak sekali perubahan
dalam pendidikan kepramukaan. Disamping itu tujuan utamanya adalah menarik
kembali minat anggota muda untuk turut serta bergabung secara sukarela dalam
organisasi ini.
Sebagai sebuah organisasi besar yang
berada dibawah organisasi kepanduan dunia dan dengan segala dukungan penuh dari
pemerintah, cukuplah pantas jika Gerakan Pramuka berbangga diri dengan kondisi
yang demikian. Akan tetapi kondisi tersebuat bukanlah sebuah kebanggaan, melainkan
sebuah beban amanah yang seharusnya perlu ditangani dengan serius. Salah satu
beban amanah yang beruapa penguatan legalitas Gerakan Pramuka dengan
Undang-Undang nomor 12 tahun 2010, akan menjadi sebuah ancaman besar bagi
Gerakan Pramuka jika tidak disikapi dengan sungguh-sungguh. Karena jika Gerakan Pramuka tidak mampu menjaga
eksistensinya sebagai wadah pendidikan non formal, maka Undang-Undang tersebuat
akan menjerumuskan Gerakan Pramuka dalam jurang kehancuran.
Yang tak kalah hebatnya lagi,
bantuan dana dari APBN, APBD bahkan hingga bantuan dana dari pangkalan Gugus
Depan membuat Gerakan Pramuka mulai menjauh dari kata mandiri. Selain
keberadaan Gugus Depan yang berpangkalan disekolah dan kampus perguruan tinggi
membuat Gerakan Pramuka semakin jauh dari kata mandiri. Bahkan kepala sekolah
yang tidak memberikan dana kegiatan Pramuka disekolah, dianggap orang yang
super pelit sampai dikatakan orang yang tidak mendukung kegiatan pendidikan karakter. Padahal jika
kita melihat dana yang diberikan oleh segala pihak baik itu pemerintah atau
pangkalan merupakan hutang amanah yang harus dibayar.
Jika berbicara soal keuangan Gugus
Depan yang berpangkalan dilingkungan sekolah ada suatu hal yang unik dan perlu
diperhatikan. Sebagaimana pertanyaan yang cukup sering muncul digroup facebook kwarnas mengenai kepala sekolah
yang pelit dana untuk kegiatan Pramuka cukup membuat saya tertawa. Bagaimana
bisa seorang kepala sekolah dinyatakan bersalah jika tidak memberi dana
kegiatan ? Mungkin jika saya menjadi kepala sekolah dan saya bukan orang
pramuka, komentar yang keluar dari mulut saya adalah, “kamukan pramuka, katanya pramuka mengajarkan kemandirian ? masak
tahunya cuma minta-minta ?”.
Kembali kepada masalah rebranding Gerakan Pramuka, suatu saat
saya bertemu seorang kolega yang pernah mengikuti lokakarya Gugus Depan disalah
satu kwartir daerah di Indonesia. Yang menjadi unik adalah pada saat kolega
saya menceritakan tentang sebuah materi. Dimana pada materi tersebut dia
bertanya tentang suatu hal yang dijawab oleh pemateri dengan, “masalahnya banyak ketua kwartir yang bukan
anggota Pramuka”. Cukup jelas dan gamblang apa yang harus diperbaiki.
Disini dapat dilihat bahwa anggota Gerakan Pramuka itu sendiri masih belum bisa
dipercaya untuk memimpin kwartir, jika dipikir secara positif. Akan tetapi jika
kita lihat dari sudut pandang negatif, apakah pada saat Musyawarah para anggota
Gerakan Pramuka memilih ketua? Atau memilih orang yang dapat memperlancar dana
APBD turun untuk kegiatan pramuka ? agar (maaf) uangnya dapat dijadikan
tambahan biaya belanja kebutuhan dapur oleh oknum tak bertanggung jawab. Itu
masih menjadi sebuah misteri !
Berbicara masalah pimpinan
organisasi, apakah kita tidak mau sadar bahwa sepantasnyalah sebuah organisasi
dipimpin oleh kader organisasi tersebut. Sebagaimana Gerakan Pramuka yang
selalu menanamkan bahwa setiap individu harus bisa memimpin atau dipimpin. Akan
tetapi kita perlu mempertanyakan masalah penanaman nilai tersebut. Jika
penanaman nilai tersebut berhasil seharusnya semua ketua kwartir seluruh
Indonesia merupakan anggota Pramukan murni, bukan wakil gubernur, wakil bupati ketua
ini, kepala dinas ini, itu dan sebagainya. Pertanyaan berikutnya mulai muncul, “apakah pramuka sudah dapat dikatakan sukses
dalam membina peserta didiknya selama ini ?”. Kita boleh berbangga jika
banyak mantan peserta didik Gerakan Pramuka yang telah menduduki kursi-kursi
pemimpin diberbagai bidang. Akan tetapi parameter itu dapat terbantahkan dengan
banyak pula ketua kwartir yang bukan anggota Pramuka.
Rebranding
Gerakan
Pramuka seharusnya tidak hanya memikirkan hal besar yang mengedepankan
kepentingan eksistensi Gerkana Pramuka dimata publik. Akan tetapi rebranding Gerakan Pramuka perlu
membahas masalah kepemimpinan. Bagaimana kita harus percaya dengan orang yang
belum pernah tahu seluk-beluk Gerakan Pramuka jika mereka bukan anggota Pramuka
? Apakah dari semua anggota Gerakan Pramuka dalam kwartir tersebut tidak ada
yang dapat menjadi pemimpin ? Segitu miskinkah kader pemimpin dalam Gerakan
Pramuka sampai tidak ada satupun yang dapat dipercaya sebagai pemimpin dalam
memimpin kwartir ?
Comments
Post a Comment