Translate

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA, "OMONG KOSONGKAH ?"

          Teringat masa sekolah dijenjang Pendidikan Menengah Atas pada tahun 2010 s.d 2013. Saya ingat betul pada pertengahan masa pendidikan digembar-gemborkan oleh pihak sekolah tentang suatu program Pendidikan Karakter Bangasa. Dimana salah seorang guru saya menjelaskan bahwa pada setiap mata pelajaran harus ada sisipan mengenai Pendidikan Karakter Bangsa. Dari penjelasan singkat tersebut saya mulai membayangkan bagaimana cara guru saya memberikannya (pemilihan kata tersebut pada saat saya SMA tapi kalau sekarang mungkin saya pakai kalimat "implementasi dan metode pelaksanaan"). Setelah beberapa bulan saya dari salah satu guru saya menginformasikan hal tersebut tampak sekolah mulai terlihat serius, dimana disetiap dinding kelas mulai dihiasi dengan tempelan delapan belas pendidikan karakter.



           Dari delapan belas nilai tersebut saya akan mengulas satu nilai yang sangat saya ragukan. Poin nilai tersebut adalah jujur. Mendengar kata jujur mungkin dari sebagian orang merupakan hal yang biasa-biasa saja. Padahal banyaknya kasus-kasus besar yang menyebabkan kebobrokan di negeri ini adalah gagalnya penananman nilai kejujuran dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang pada saat ini dipercayakan besar tanggung jawabnya kepada sekolah memunculkan tanda tanya besar bagi sebagian kecil orang. Sebagian besar dari masyarakat kita masih percaya bahwa orang yang berpendidikan adalah orang yang pernah bersekolah. Kita perlu sadar bahwa koruptor merupakan orang yang pernah sekolah jadi mereka juga orang berpendidikan.

         Dari uraian panjang saya pada paragraf dua kita sadar bahwa kejujuran merupakan hal penting. Banyak sekali program yang dilaksanakan guna menyokong program ini. Salah satu program tersebut adalah kantin kejujuran, sekali lagi program tersebut merupakan program gagal yang dilaksanakan oleh sekolah. Mengapa demikian ? karena tidak ada tindak lanjut dari para pelanggar. Bahkan program tersebut bukan membawakan hasil yang berdampak pada kejujuran, melainkan kerugian besar dari pihak sekolah karena semakin hari kerugian kantin kejujuran semakin besar. Sekali lagi program tersebut dapat dikatakan gagal.

          Yang unik lagi pada saat saya sekolah adalah guru selalu menuntut siswanya untuk memberikan jawaban benar pada saat ujian. Bukan menuntut jawaban yang jujur pada saat ujian, sehingga siswa yang telah mempersiapkan ujian jauh-jauh hari, mendapatkan nilai yang sama dengan siswa yang tidak mempersiapkan ujian sama sekali. Bukan karena siswa tersebut cerdas melainkan siswa tersebut hanya cukup dengan copy-paste jawaban teman. Memang tragedi ini sangat miris sekali, karena tuntutan hasil akhir tanpa mengindahkan proses sehingga segala macam cara dilakukan oleh siswa terutama menyontek. Seiring berkembangannya teknologi menyontekpun semakin berkembang mulai dari mencontek dengan jawaban sesama temam sekelas, bahkan yang lebih canggih lagi menyontek juga melibatkan teman antar sekolah. Jika dalam sebuah perusahaan besar manajemen kerja antar perusahaan dilaksanakan melalui sistem yang rumit. Berbeda dengan menyontek, cukup dengan sistem yang sederhana dapat dilakukan antar sekolah bahkan dapat dikembangkan menjadi antar sistem anta kota/kabupaten sampai antar provinsi.

          Seiring berkembangnya waktu secara tidak langsung sekolah telah berhasil menciptakan budaya baru yaitu mencontek berjmaaah. Sehingga  muncul istilah, "ini lembar jawaban kita, jika kita sukses harus sukses bersama jika gagal harus gagal bersama". Sebuah ungkapan yang sama sekali tidak menunjukkan suatu jalan keberhasilan melainkan sebuah jalan kesesatan dan itu cukup dibiarkan saja. Selain istilah tersebut juga berkembang istilah, "pintar itu jangan dinikmati sendiri tapi harus dibagi-bagi". Sebuah paradigma yang sangat mulia akan tetapi penerapannya yang keliru sehingga akan lebih tepat jika istilahbya diganti dengan, "jika punya jawaban ujian yang benar jangan dinikmati sendiri tapi harus dibagi". Itulah perkembangan budaya menyontek saat ini.

       Salah seorang bapak dari seorang siswa dan sekaligus pemerhati pendidikan di Jawa Timur menyatakan dalam bukunya bahwa sekolah merupakan temapt yang berbahaya. Mari kita kupas pernyataan tersebut, pada era uang pelicin saat ini telah banyak kejadian penyogokan dalam dunia perekrutan pegawai negeri sipil terutama tenaga pengajar sebagai mana yang kita sebut guru. Sehingga jika menjadi guru saja melalui jalan yang tidak jujur bagai mana mengajarkan kejujuran pada siswanya. 

            Jadi apa yang harus disimpulkan ? saya juga bingung

Comments

Popular posts from this blog

Langkah-Langkah Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Menghitung Profit dalam Tender.

Menghitung Kapasitas Produksi Alat Berat part 1.

TATA CAMPURAN BETON (SNI 03-2834-2000)